Jakarta, Ditsuslat - Usaha tidak menghianati hasil dan kerja keras tidak mengecewakan keyakinan. Begitulah Nisrina Dhiya Puspitasanti biasa disapa Naya yang berprofesi sebagai pembatik muda sukses merintis dan menukuni passion brand batik miliknya, Omah Batik Srengenge. Kreativitas Naya dituangkan dalam sketsa karya-karya motif batik tulis ekspresif yang melandasi filosofi semangat Srengenge yang bermakna Matahari.
Tidak heran jika batik bernuansa alam ini menjadi desain favorit lulusan program kursus reguler PKW 2022 Jurusan Batik di LKP Arimbi, Yogyakarta. LKP Arimbi memberi bantuan alat dan bahan sebagai modal rintisan berwirausaha batik. Seperti kain, kompor listrik, gawangan, manekin. Tak hanya dukungan dalam produksi atau pemasaran, LKP Arimbi bahkan terus mendorong Naya untuk menjadi seniman dan pengusaha batik yang lebih baik.
“Matahari adalah simbol cahaya dan harapan yang menginspirasi nuansa kota Yogyakarta dan Omah Batik Srengenge,” papar seniman batik yang menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA di PKB (program Kegiatan Belajar) Sanggar Anak Alam, Yogyakarta ini.
Omah Batik Srengenge memproduksi batik-batik karya Naya yang menerima pesanan batik dan kain shibori dengan kustomisasi desain menyesuaikan kebutuhan konsumen. Naya dapat menyelesaikan satu lembar batik tulis dalam waktu 2 minggu sampai 1 bulan, tergantung motif dan tingkat kesulitan. Sementara shibori bisa diselesaikan dalam waktu tiga hingga tujuh hari.
Saat ini Naya menjalankan usaha batiknya bersama orang-orang dalam lingkup terdekatnya, keluarga dan pihak LKP Arimbi. Batik dari Omah Batik Srengenge dipasarkan melalui media sosial dan berbagai event offline seperti expo atau bazaar, dengan pembeli dari berbagai kota di Indonesia. Meski rintisan usaha yang terhitung masih baru, Omah Batik Srengenge telah mendapatkan NIB (Nomor Induk Berusaha) dari Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Yogyakarta.
“Tantangan terbesar dalam mengembangkan branding Omah Batik Srengenge adalah pemasaran. Namun dukungan dari LKP Arimbi sangat besar. Saat Naya harus kejar tayang karena ada pesanan, Bunda Arimbi dan tim LKP langsung membantu Naya,” jelas Damai Andria, ibunda Naya yang selama ini menjadi pendukung utama Naya dalam menjalankan Omah Batik Srengenge.
Naya mengikuti program PKW pada 2022 karena saat itu ia belum mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Ia tidak memiliki ketertarikan pada seni batik atau tekstil. “Naya belajar batik di LKP Arimbi sebenarnya awalnya karena arahan dari orang tuanya. Di luar dugaan, ternyata batik cocok dengan bakat Naya. Bahkan setelah lulus pun, kami masih memiliki komunikasi yang sangat erat,” kata Dra. Sumarmi Arimbi, pendiri dan pemilik LKP Arimbi.
“Saya menyertakan Naya untuk mengikuti seifikasi dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) agar bisa mendapat sertifikat dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Ini proses yang sulit sekali, bahkan untuk peserta yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Di ujian pertama Naya belum berhasil. Namun berani memulai saja itu sudah pencapaian yang luar biasa. Hasilnya, Naya berani mencoba untuk kedua kalinya dan akhirnya lulus. Naya adalah seniman batik dengan sertifikasi LSP untuk batik tulis,” imbuh Dra. Sumarmi Arimbi.
LKP Arimbi
Asah Skill dan Komunikasi
Program PKW batik di LKP Arimbi menjadi kesempatan belajar membangun pengetahuan dan skills membatik, serta kecerdasan sosial bagi Naya. Tak hanya teknik membatik atau branding dan digital marketing, LKP Arimbi membuka kesempatan bagi Naya untuk meningkatkan skills sosial dan kemampuan komunikasinya.
“Saat baru masuk betul-betul dari nol, interaksi sosial juga terbatas. Perlahan-lahan kami menjalani proses belajar, termasuk membangun kemampuan sosial. Mereka ini calon wirausahawan, jadi harus bisa berinteraksi. Mereka harus bisa membuat tapi juga bisa memasarkan,” kata pendiri LKP Arimbi yang biasa disebut Bunda Arimbi oleh anak-anak didiknya ini.
“Mengikuti PKW adalah pengalaman yang sangat luar biasa, bisa bertemu dengan Bunda Arimbi dan akhirnya Naya bisa seperti sekarang ini,” ungkap seniman batik berusia 21 tahun ini dalam teks tertulisnya.
Tak hanya membantu memenuhi kebutuhan belajar atau mengembangkan usaha Omah Batik Srengenge, kini LKP Arimbu justru berkolaborasi dengan Naya. Seniman batik ini sering dilibatkan dalam aktivitas pendidikan atau workshop yang melibatkan atau diselenggarakan oleh LKP Arimbi. Dari Pameran 1000 Srikandi di Yogyakarta, hingga Naya turut berpartisipasi dalam workshop batik untuk 150 siswa SMA Ma’arif dari Lampung Tengah di LKP Arimbi pada awal 2025 ini.
Workshop dengan peserta cukup banyak ini menjadi kesempatan berharga baik untuk Naya maupun siswa peserta workshop. “Naya mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuan komunikasinya, sementara para siswa SMA dapat memperoleh insight mengenai semangat belajar dan kreativitas Naya dalam membatik,” ujar Bunda Arimbi.
Naya bukan siswa dengan kebutuhan khusus yang pertama bagi LKP Arimbi. Sejak didirikan pada 1988, LKP Arimbi telah menjadi lembaga pendidikan inklusif yang membuka pintunya untuk mendidik siswa-siswa istimewa dengan beragam kebutuhan khusus.
“Kami menerima siswa dengan berbagai karakter, termasuk dengan beragam disabilitas. Dari keterbatasan vision, pendengaran dan wicara, hingga masalah mental dan gangguan kejiwaan. Kemampuan dan karakter tiap anak didik itu berbeda. Kami yakin, anak-anak istimewa ini juga akan menghasilkan produk yang istimewa juga. Tugas kami membantu memaksimalkan potensi anak yang istimewa ini,” kata Bunda Arimbi.
Untuk terus mengembangkan kemampuan, pengetahuan dan skill membatik serta sosialnya, LKP Arimbi terus melibatkan Naya dalam berbagai kegiatannya. Dari workshop yang diselenggerakan LKP hingga kunjungan-kunjungan industri ke sentra industri tekstil di sekitar Yogyakarta agar memahami bahwa tiap daerah memiliki keistimewaan produk yang berbeda-beda.
Tom