Ditsuslat,
Jakarta – Sri Rahayu Nengsih duduk tegak beralas bantal kecil di dalam alat
tenun kayu sederhana. Pinggangnya bersandar pada bilah kayu dengan kedua ujungnya
diikat tambang plastik untuk menahan kedua telapak kakinya menjejak penumpuhan kayu. Kedua tangannya sesekali
memeriksa benang yang akan dirajut, untuk kemudian dipadatkan dengan menarik
kuat kayu penokok. Ia sudah terbiasa begitu
berjam-jam lamanya.
Di pameran Kriyanusa 2024 atraksinya kerap mengundang
perhatian pengunjung. Bersama kerabat penenun dari daerah lainnya, mereka silih
berganti memperagakan kebolehannya di anjungan Direktorat Kursus dan Pelatihan,
Ditjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek. Penenun muda berusia 26 tahun
lulusan PKW 2022 ini menyambut ramah pengunjung yang ingin mencoba alat
tenunnya.
Ada belasan alat pendukung lainnya yang diboyong Sri.
Sebut saja dayan, cacak, penipil,
stropong, penyincing, sisir, apit,
por, ogan, lidi motif, benang pakan, benang losen dan
benang mas. Panjang alat penokok sepanjang
150 cm dan 120 cm, misalnya, dipakai untuk kebutuhan membuat kain 200 cm dan selendang
190 cm.
“Yang utama alat lidi motif untuk membuat motif kain.
Kalau salah pakai, gambar motif bunga bisa saja terbalik,” kata Ayu, panggilan sehari-harinya. “Apalagi jika
benangnya putus, menyambungnya juga sulit karena disesuaikan motifnya menggunakan
sisir benang ,” imbuh penenun songket asal Jambi ini.
Sri adalah potret keberhasilan generasi muda yang
memiliki motivasi kuat menghadapi tantangan sebagai penenun. Oleh instruktur
di progam PKW ia teringat betul pesannya untuk tidak mudah patah
arang. Ia diajarkan untuk tekun dan mau mengulang kesalahan membuat kain
songket yang benar. Ya cara menganyam yang benar, ya membuat motifnya yang
sesuai.
“Akhirnya dalam sebulan pelatihan saya bisa membuat
tiga pasang. Setiap pasangnya terdiri dari kain dan selendang. Alhamdullilah pula
kain tenun songket saya jual per pasangnya Rp 2 juta,” ujarnya di Kriyanusa 2024 ini ia mendapat order lima pasang kain songket.
Tom