“Di Flores Timur ada tradisi seorang wanita dianggap sudah dewasa dan boleh
menikah jika pandai menenun tenun ikat dengan baik. Tenun ikat juga menjadi
simbol harga diri dan harkat kaum perempuan, karena sering digunakan sebagai
nilai mas kawin yang berharga,” ujar Florentina Ina Palang Namatukan (22).
Namun bagi wanita asal Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) ini dengan mengikuti program PKW pada 2022 lalu ia justru merasakan manfaat lebih dari yang didapat seperti motivasi
dan rasa percaya diri. Hasil karyanya berupa tenunan, khususnya tenunan Desa
Gayak menjadi sesuatu yang bernilai dan berharga.
Menurut pengakuannya, setiap bulan ia sanggup menghasilkan tenunan sebanyak
16 helai kain tenun ikat, yakni jenis Nowing seharga Rp 500.000, Kwatek Rp
800.000, dan Senai serharga Rp 100.000.
Omzet tersebut bukan hanya menopang
perekonomian keluarganya, namun juga mengangkat harkat dan maratabat kaum muda
di sekitarnya. Memberikan kesempatan Florentina Ina merangkul para pengusaha
dan pengrajin muda, menggali potensinya mengembangkan diri dan produktif dalam
dunia tenun khususnya melestarikan budaya tenun ikat.
Kesamaan kisah sukses para penenun dari provinsi NTT
telah lebih dulu dialami Maria Devita (26) asal Kabupaten Sikka, NTT. Peserta
PKW 2021 ini masih sangat bersemangat menenun dari selembar kain hingga 2024.
“Saya belajar mendesain motif, mengetahui
filosofi/makna motif, belajar bagaimana mengikat motif, menyusun, membuat
warna-warna benang dengan bahan sintetis maupun pewarna alami, belajar
merapikan motif, sampai menenun. Setelah memperoleh ilmu, saya juga dibekali
modal rintisan usaha berupa benang, bahan pewarna, serta alat tenun,” katanya
mengisahkan perjalanan hidupnya dari menenun.
Popularitas kain tenun ikat Sikka yang dikerjakan
Devita sejak 2022 hingga kini telah menghasilkan sekitar 60 kain, mulai dari
motif sederhana hingga yang rumit. Beberapa hasil karyanya di Galeri Dekranasda
menjadi outer kemeja busana kerja.
“Awalnya, menenun terkadang hanya membantu mama
mengikat motif kain tenun ikat Sikka. Selanjutnya saya mengikuti program PKW
dan mulai belajar bagaimana menjadi wirausaha muda yang harus mengenal
produknya sehingga bisa mempromosikan dan menjual. Saya bangga menjadi generasi
muda yang bisa menenun tenun ikat sebagai pekerjaan sehari-hari saya,” pungkas
Devita.
Tom